Suku Bajo/Bajau merupakan suku laut, yang menggantungkan hidupnya dari laut dan memiliki kehidupan yang tak pernah jauh dari laut. Banyak orang yang mengatakan bahwa Suku Bajo selalu identik dengan perahu, dan permukiman di atas air laut sebab dahulu mereka hanya tinggal diatas perahu dan berkelana/hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lainnya (seanomedic). Lalu kebiasaan hidup berpindah kemudian tergantikan dengan budaya bermukim menetap dengan membangun rumah diatas laut dangkal.
Sebuah permukiman Suku Bajo yang masih tradisional terdapat di Desa Bangko, Kecamatan Maginti, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Desa ini berada di sebelah barat Pulau Muna, yang secara administratif wilayahnya mencakup daratan dan lautan. Permukiman di Desa Bangko dibangun diatas laut, yang berjarak kurang lebih 600 meter dari mainland (pulau Muna), sehingga nampak seolah-olah sebagai permukiman terapung. Diantara banyaknya permukiman Suku Bajo di Sulawesi Tenggara, Desa Bangko merupakan salah satu desa Suku Bajo yang masih tetap mempertahankan tradisi bermukim diatas laut hingga saat ini, sementara permukiman Suku Bajo lainnya pada umumnya telah tinggal menetap di tepi pantai atau sudah membangun rumah diatas daratan.
Desa Bangko merupakan tempat dimana kita bisa menyaksikan kehidupan masyarakat adat yang hidup secara tradisional. Sajian pemandangan alam disekitar kawasan Desa Bangko yang indah, juga menambah alasan untuk memasukkan Desa Bangko sebagai salah satu destinasi wisata menarik yang perlu anda kunjungi.
SEJARAH
Nama Desa Bangko diambil dari nama sebuah pulau di dekat permukiman ini dibangun, yaitu Pulau Bangko. Bangko dalam bahasa Bajo sendiri berarti Bakau (Mangrove). Penamaan Pulau tersebut sebagai Pulau Bangko sebab pulau tersebut ditutupi oleh vegetasi mangrove (R.mucronata) dengan presentase 95%. Namun saat ini masyarakat daratan maupun Suku Bajo lainnya telah terbiasa menyebut Desa Bangko ini dengan sebutan Pulau Bangko.
hutan mangrove yang eksotis di sekitar Pulau Bangko
Menurut tokoh masyarakat di Desa Bangko (Haji Baharuddin, 2010) bahwa sejarah Suku Bajo yang ada di Desa Bangko berasal dari Gowa di Propinsi Sulawesi Selatan, yang pada saat itu berlayar dan melakukan perkawinan lintas suku di daerah Tiworo, Kabupaten Muna. Suku Bajo di Desa Bangko disebutkan mulai datang sejak abad ke 16 dan berkembang secara turun temurun hingga saat ini. Tokoh masyarakat Desa Bangko juga mengatakan bahwa Suku Bajo sudah ratusan tahun berada di sekitar Pulau Bangko dan merupakan pusat kampung laut tertua di Kabupaten Muna, Dimana kampung-kampung Bajo lain yang berada di kawasan Pulau Muna seperti Desa Tapi-Tapi dan Komba-Komba, semua dulu berasal dari Desa Bangko.
Jumlah penduduk Desa Bangko pada tahun 2010 adalah kurang lebih 1183 jiwa dan terdiri dari 243 KK. Desa Bangko dihuni oleh Suku Bajo, yang telah mengalami pernikahan antar suku dengan Suku Muna dan Suku Bugis, tetapi masih tetap mempertahankan tatanan tradisional Suku Bajo sebagai suku yang dominan. Mata pencaharian utama penduduk Desa Bangko adalah sebagai nelayan dan sebagian kecil lainnya bekerja diluar sektor perikanan yaitu sebagai buruh, pedagang dan tukang kayu, namun sesekali mereka juga melaut untuk mencari ikan. Selain mencari ikan di laut, mereka juga membudidayakan hasil laut yang ada seperti rumput laut, udang dan teripang yang memiliki harga jual yang tinggi.
Selain dengan menikmati keindahan alam dan budaya masyarakat Desa Bangko, aktivitas yang dapat dilakukan selama kunjungan wisata ke kawasan Desa Bangko juga dapat diselingi dengan beberapa aktivitas seperti berpetualang menyusuri hutan mangrove pulau bangko, mengikuti kegiatan masyarakat misalnya menangkap ikan di laut, mencari kepiting di hutan bakau, atau mengikuti warga menelusuri sungai untuk mengambil air bersih.
[Perlu diketahui bahwa untuk keperluan air bersih sehari-hari, masyarakat mengambilnya air bersih di sungai yang berjarak 2 hingga 3 kilometer dari permukiman, atau menampung air hujan dalam sebuah wadah. Air bersih di Desa Bangko juga dikomersilkan oleh beberapa orang, dalam artian bahwa ada beberapa orang warga yang menjual air bersih di Desa sehingga masyarakat tidak perlu lagi jauh-jauh ke sungai. Meskipun cara tersebut cukup membantu, namun penduduk setempat menginginkan aksesbilitas yang lebih baik terhadap air bersih]
Kuliner khas pulau bangkok
Sementara itu untuk hal kuliner, karena permukiman berada di atas laut, dan masyarakatnya mayoritas adalah nelayan, maka makanan yang dapat dikonsumsi oleh pengunjung di Desa Bangko tentu saja adalah seafood, seperti kepiting, ikan, lobster, kerang, cumi-cumi, dan sebagainya. Masyarakat mengolah masakan tersebut dengan racikan bumbu yang sederhana. Beberapanya olahan makanannya bahkan tidak dimasak, namun hanya dicuci dengan air panas, dibumbui dengan garam dan cabai, lalu diberi perasan jeruk nipis. Makanan ini sekilas mirip dengan Sashimi dari Jepang.
Beberapa makanan yang biasa disajikan oleh masyarakat juga merupakan kombinasi masakan daerah Muna, seperti: lapa-lapa, kagule, kapinda, kambewe, dan lain sebaginya.
Aksesbilitas
untuk menuju pulau bangko, sahabat treveler bisa memulainya dari desa pajala tepatnya di pelabuhan spit pajala. tapi ada juga alternatif lain, yaitu dengan menyewa perahu motor nelayan sekitar. harganya juga bisa nego dan tidak terlalu menguras kantong kok..
selamat berkunjung sobat treveler.. salam petualangan..
0 komentar:
Post a Comment
ANOATIMESCOM™