
ANOATIMES.com,GENERASI angkatan Derik Kaimoeddin (kelahiran 1970-an) dan dua generasi sesudahnya (1980-an & 1990-an) adalah taman sari bagi tumbuh dan lahirnya pemimpin fenomenal untuk zamannya pada scope minimal untuk tingkat lokal Sulawesi Tenggara.
Apakah Derik – panggilan akrab Muhammad Zayat Kaimoeddin – punya garis tangan untuk tampil mewakili generasinya maupun generasi sesudahnya sebagai pemimpin? Sejarah akan menjawabnya.
Nur Alam boleh jadi telah hadir mewakili generasinya, meskipun dia masih akan diuji oleh waktu tentang predikatnya sebagai pemimpin. Usianya yang masih relatif muda (kini di bawah 50) dan masih menjalani masa jabatan periode kedua Gubernur Sultra, adalah tantangan yang tidak ringan untuk merawat kelanggengan dan keutuhan predikat tersebut.
Sebagai pemimpin berprestasi, Nur Alam tidak diragukan. Negara telah melegitimasi keberhasilannya dengan penganugrahan gelar Mahaputra kepada dirinya. Adalah Presiden Bambang Susilo Yudhoyono yang mengalungkan selempang Mahaputra di leher Nur Alam menjelang HUT Kemerdekaan RI tahun 2013. Saat itu adalah tahun pertama dia menjalani masa jabatan periode kedua sebagai Gubernur Sultra.
Adapun Derik Kaimoeddin, lorong waktu yang akan ditempuhnya sebagai pemimpin masa depan, ternyata telah dicerahi berkas-berkas sinar dari langkah-langkahnya yang inovatif dan strategis tatkala dia memulai sesuatu penugasan . Kabupaten Muna yang tampak beku dan lusuh akibat berakhirnya sebuah kepemimpinan secara konstitusional, berkat sentuhannya mendadak cair dan hangat.
Pembangunan irigasi persawahan di Labulu-bulu yang telah mangkrak selama 6 tahun, dalam sekejap telah dapat diaktifkan kembali. Kementerian Pertanian lantas mencabut pemutusan pembiayaan menyusul lobi dan pendekatan Derik sebagai Pejabat Bupati Muna. Dia berdiskusi langsung dengan Menteri Amran Sulaiman.
Walhasil, dalam hitungan bulan air irigasi itu kini mulai mengalir. Hamparan lahan sawah di Labulu-bulu seluas 560 hektar telah menjanjikan kesejahteraan bagi petani, dan masyarakat di daerah itu pada umumnya.
Langkah strategis lain adalah pemekaran Raha dan Muna Timur (dahulu Kecamatan Wakorumba). Raha yang sumpek dan masalah banjir rutin setiap musim hujan, dipandang tidak bisa lagi ditangani hanya dengan otoritas seorang camat. Tetapi harus dengan kewenangan yang lebih luas dalam tanggung jawab seorang kepala daerah yaitu walikota.
Karena itu, baik ketika menjabat sebagai Kepala Biro Pemerintahan Kantor Gubernur Sultra, lebih-lebih setelah ditunjuk sebagai Pejabat Bupati Muna, Derik Kaimoeddin sangat proaktif memperjuangkan pemekaran Raha menjadi kota otonom.
Muna Timur yang secara geografis berada di daratan Pulau Buton bagian utara, Derik menyisirnya langsung untuk menyerap aspirasi sekaligus merekam potensi ekonomi sebagai kekuatan pendukung berdirinya daerah otonom baru, Kabupaten Muna Timur. Upaya tersebut telah mendapat tanggapan positif Komisi II DPR.
Gebrakan Derik Kaimoeddin dalam hitungan tidak lebih dari seumur jagung menjabat sebagai Bupati Muna, telah membangkitkan harapan dan semangat baru rakyat di sana untuk menyongsong hari esok yang lebih baik.
Namun demikian, Derik masih dituntut untuk lebIh mengeksplorasi potensi dan seni kepemimpinan yang dimilikinya dalam konteks kepentingan lebih luas dan bahkan bersifat mondial. Ragam dan kecanggihan berpikir generasi yang akan diwakilinya jauh lebih sophisticated, lebih canggih, lebih ribet.
Sebaliknya, gaya kepemimpinan tradsional juga tetap hangat, bahkan sering lebih menyentuh hati terdalam. Contohnya, Amirul Mukminin Umar bin Khattab memanggul sendiri karung gandum untuk warganya yang kekurangan pangan.
Atau seperti komitmen Derik sendiri jika kelak terpilih sebagai Walikota Kendari. Bahwa dia tidak akan enak-enak tidur di rumah jabatan bila kota sedang diguyur hujan. Tetapi Derik bersama pejabat terkait akan menyisir saluran-saluran air (sistem drainase), mengintip perumahan warga mana tahu terendam banjir atau tertimpa bencana tanah longsor.
sumber : http://yaminindas.com/
0 komentar:
Post a Comment
ANOATIMESCOM™