ANOATIMES.COM™ | Pete-Pete, entah darimana asal-muasal namanya, terlebih arti secara etimologis pun terminologisnya saya angkat tangan saja ketika ada orang yang menanyakan ini. Tanpa mengetahui itu pastinya kita tahu bahwa Pete-Pete sebagai sarana transportasi masal mempunyai fungsi strategis dalam pembangunan Kota Kendari ini. Tak heranlah dari Mahasiswa Kupu-kupu hingga aktivis, PNS yang malas hingga rajin, Cabe-cabean hingga juragan cabe dan seluruh rakyat Kota Kendari sekalian dapat sangat pedoko jika pete-pete mogok sehari saja.

Persaingan yang ketat dalam menjerat konsumen/pengguna jasa lantas menyeret para penyedia jasa pete-pete dalam kompetisi yang ketat. Perkembangan teknologi lantas dimanfaatkan jeli untuk menyulap Pete-Pete. Tak heran hari demi hari jalanan Kota menjadi Catwalk Pete-Pete (secara umum) yang berevolusi dari sekedar ‘bangko-bangko’ menuju ala cafe yang dilengkapi soundsystem, LCD, botol minuman impor, pokoknya lengkap dengan baret-baretnya, ‘Ngeri kune!’
Evolusi Pete-Pete secara kasat mata menyibakan ragam kreativitas entah dengan arah konsepnya secara umum yang hedonisme kebarat-baratan, jelasnya semua terlena dalam senyum hingga bagian negatifnya jadi terlenakan pula. Sebagaimana Kreativitas adalah tindakan yang didalamnya bernilai seni, modifikasi Pete-Pete dapat digolongkan sebagai karya seni. Berbicara mengenai seni tentu sangat sulit membatasinya, bawaannya porno sekalipun tak ayal kita mengangguk tolol dan menyatakan seni tak mengenal batas. Seni atau Estetika memang lebih liar dibanding logika dan etika.
Modifikasi mungkin hal sepele dan bagi sebagian orang bukanlah masalah, namun pengalaman pribadi mencengangkan saya ketika dalam beberapa kesempatan saya mendapati sarana LCD Pete-Pete memuat tontonan porno, pembaca sekalian mungkin saja pernah senasib. Dalam beberapa kesempatan sering sekali saya mendapati hal ini. Tontonan porno berupa video clip sexy seolah menjadi menu utama di database entertainnya Pete-Pete Porno.
Tontonan porno di Pete-Pete Porno seolah tak berfilter, tak ada pengawas tontonan, tak ada otoritas yang merasa bertanggungjawab, semuanya terbiarkan dengan pasti. Generasi muda pengguna Pete-Pete Porno tak terlindungi, ironisnya Pemerintah atas nama instansi terkait keleleran melahap pajak retribusi dengan selisih-selisih tipisnya. Bias dari ini mungkin kasat terlihat namun pasti merusak mental bangsa, dari bocah puber hingga Si Puber Kedua bebas menatapnya hingga efek pornografi yang destruktif membius otak dengan pasti.
Dampak dari gejala sosial ini lantas hanya menunggu waktu, pelecehan seksual dalam Pete-Pete, ataupun tingginya angka Pemerkosaan di Kota Kendari akan menjadi efek pasti. Kasus-kasus buah dari pornografi akan memasuki masa panen berkepanjangan. Kenyataannya sejak Pete-Pete Porno muncul hingga hari ini tak ada pranata sosial ataupun otoritas yang berfungsi sebagai ‘guardian of value’, penjaga nilai-nilai.
Tak usah mencari ‘Kambing Hitam’, ayo kita temukan ‘Kotak Hitam’nya!. Ketidakhadiran pemerintah dalam membuat kebijakan antisipatif dalam mengawasi Pete-Pete Porno mari kita isi dengan langkah-langkah proaktif. Memprotes sesekali sembari mengingatkan menjadi langkah konkret yang harus kita lakukan. Semua-semuanya pokoknya, dari Penyedia jasanya hendaknya minimal mencari video clip non porno, atau lebih baik lagi dengan video/lagu kebangsaan atau video dakwah sebagaimana label Kota Bertakwa. Pengguna Jasa juga hendaknya tidak menggunakan jasa Pete-Pete Porno, atau kalau sudah teranjur menjadi kesempatan untuk mengingatkan pada sopirnya. Semoga Pemerintah melalui instansi terkait dapat terdorong mencari solusi pula, mengadakan reward dan punishment, melakukan pengawasan preventif, reaktif pun represif.
Pete-Pete adalah darahnya Kota Kendari, menghantarkan energi-energi ekonomi pada seluruh bagian tubuh kota yang memerlukan, hingga kota ini begitu hidup beraktivitas. Sebagai transportasi yang multifungsi hendaknya menjadi landasan untuk memperhatikannya, bukan sekedar dikebut kejar setoran, ditumpangi dibayar, tarik pajak retribusi lalu biarkan jalan, tilang kemudian gertak sopirnya, membantu demo ala mogok jikalau tarif tidak naik. Kita mestinya sayang dengan Pete-Pete, sayang dalam artian bukan menyayangi sopirnya (bisanyami itu e) tapi menyayangi karena jasa-jasanya demi keberlangsungannya yang enerjik namun tetap etis, tetap estetis.
sumber : penauho.com
penulis : La Ode Muhram
0 komentar:
Post a Comment
ANOATIMESCOM™