
Memang dari segi sumber daya alam, Muna kalah dibanding Buton yang kaya akan aspalnya, Kolaka dan Konawe utara yang kaya akan nikelnya serta Wakatobi yang terkenal dengan destinasi wisatanya. Namun perlu kita ketahui, semelimpah apapun kekayaan alam suatu daerah jika tidak dibarengi dengan sistem pengolalaan yang baik maka hasilnyapun akan tidak baik dan sebaliknya, seterbatas apapun sumber daya alam suatu daerah jika sistem pengelolaannya baik maka hasilnya akan baik pula. Ambil contoh, negeri Jepang yang merupakan negeri dengan sumber daya alam yang terbatas namun karena sistem pemerintahannya begitu sehat sehingga negeri Jepang mampu menjadi salah satu negara maju didunia. Oleh karenanya, Semua bergantung pada sistem pengelolaannya, dan yang berkapasitas menentukan sistem di Muna adalah para pejabat Muna yang dikepalai seorang Bupati.
Bukan sebuah rahasia lagi, betapa bobroknya sistem pemerintahan di Muna. Budaya KKN ( Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ) tumbuh subur di daerah ini, jadi tidaklah heran banyak para birokrasi pemerintahan yang bekerja dengan tidak professional. Hal ini dikarenakan sistem perekrutan PNS yang tidak sehat. Imbasnya, para calon PNS yang diloloskan atau diterima bukan dilihat dari seberapa baik calon PNS tersebut dalam mengikuti tahap seleksi melainkan seberapa mampu dia membayar kepada para penyeleksi atau seberapa dekat calon PNS tersebut dengan para pejabat di Muna. Sepertinya hal seperti ini tidak hanya terjadi di Muna melainkan hampir di seluruh daerah Indonesia. Untungnya di era Presiden Jokowi sistem pengawasan penerimaan PNS sedikit diperketat sehingga bisa meminimalisir kecurangan-kecurangan yang sebelumnya sering terjadi.
Kita kembali kesejerah Muna, berdasarkan isi buku yang berjudul “Sejarah Perkembangan Islam Sulawesi Tenggara” penerbit Universitas Muhammadiyyah Kendari tahun 2009 tertulis, ada falsafah hidup yang dijunjung tinggi orang muna dimasa lampau dan falsafah hidup ini selalu dijadikan sumpah jabatan dalam pelantikan para pejabat kerajaan Muna. Falsafah hidup ini berbunyi:
Hansuru-hansuru mbadha sumano konohansuru liwu
Hansuru-hansuru liwu sumano kono hansuru adhati
Hansuru-hansuru adhati sumano kono hansuru sara
Hansuru-hansuru sara sumano kono hansuru Agama
Berdasarkan Falsafah hidup orang muna di atas , kita dapat menangkap bahwa orang Muna dimasa lampau begitu menjunjung tinggi nilai agama (Islam). Coba kita bandingkan dengan masyarakat Muna sekarang ini, Apakah nilai Agama (Islam) masih dijunjung tinggi ? Jawabannya sudah pasti, masyarakat Muna sekarang ini sebagian besar sudah tidak menjalankan falsafah hidup di atas. Jadi janganlah heran, jikalau para pelaku birokrasi pemerintahan di Muna menjalankan sistem yang tidak sehat. Jikalau memang para pejabat masih menjunjung tinggi nilai agama, kenapa praktek suap-menyuap masih marak di kalangan para pejabat? bukankah Islam melarang perbuatan suap-menyuap. Jikalau memang para pejababat kabupaten Muna masih menjalankan pesan para leluhur dan menjunjung tinggi nilai agama. Kenapa disetiap pemilihan umum , para caleg ataupun calon bupati gemar melakukan politik uang (menyuap rakyak agar dipilih) ? Sekali lagi bukankah yang demikian tidak dibenarkan dalam Islam.
Maka dapat kita simpulkan akar permasalahan yang menjadikan kebobrokan sistem serta menghambat kemajuan Muna adalah karena masyakatnya telah melupakan nilai budaya yang telah diwariskan oleh para leluhur Muna. Jadi agar Muna dapat menuju ke arah yang lebih baik, warisan nilai budaya Muna harus ditanamkan kembali pada setiap orang Muna. Dan perubahan itu tidak mesti dilakukan oleh para pejabat lebih dulu melainkan kita dapat memulainya lebih dulu karena kita sendiri ikut terlibat pula dengan sistem di Muna. Jika semua pelaku sistem di Muna sehat, otomatis sistem yang sehat pula akan tercipta. Seperti yang dikatakan oleh Mahatma Gandi : “Jika kau ingin mengubah dunia maka ubahlah dirimu” . Untuk itu, Mari kita tanamkan kembali warisan nilai budaya Muna pada diri kita demi Muna yang lebih baik.
Penulis : La Ode Abdul Wahid
0 komentar:
Post a Comment
ANOATIMESCOM™